Selasa, 14 Juni 2016

SISTEM INISIASI PELEDAKAN (Blast Initiation System)


Inisiator merupakan suatu istilah yang diguanakan oleh perusahaan (industri) bahan peledakn untuk mendeskripsikan peralatan yang dapat digunakan untuk memulia detonasi bahan peledak (Manzoor, et al,. 2014). Detonator adalah perangkat yang dirancang untuk dapat menginisiasi bahan peledak dengan terkontrol untuk isian bahan peledakn dalam jumlah besar. Secara cara garis besar sistem inisiasi peledakan dibagi menjadi dua bagian utama, yakni Pyrotechnic blasting system dan Digitalized blasting system (Konya, et.al,. 1991). 

Pyrotechnic blasting system adalah sistem inisiasi peledakan yang menggunakan sumber energi berupa panas, tekanan, benturan dan gesekan sebagai sumber energi yang dapat menginisiasi peledakan. Sedangkan Digitalized blasting system merupakan sistem peledakan yang mengguakan signal digital untuk inisiasinya yang hanya dapat dikontrol oleh perlengkapan peledakannya.
Terdapat dua jenis muatan bahan peledak dalam detonator yang masing-masing fungsinya berbeda, yaitu:
1.       Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka (sensitive), fungsinya untuk menerima efek panas dengan sangat cepat dan meledak sehingga menimbulkan gelombang kejut.
2.      Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan peledak kuat dengan VoD tinggi, fungsinya adalah menerima gelombang kejut dan meledak dengan kekuatan besarnya tergantung pada berat isian dasar tersebut.

 Detonator sebagai salah satu bagian dari sistem inisiasi peledakan dapat dibagi menjadi :
a.       Detonator Listrik (Electric Blasting System)
Detonator listrik secara luas digunakan untuk memulai urutan ledakan tapi saat ini telah jarang  digunakan dalam peledakan (ICI 1997). Energi listrik dimasukkan ke dalam detonator dari peledak (baterai, exploder atau dibebankan c apacitor) melalui kawat sirkuit utama (firing line) menuju detonator. Dalam detonator (Gambar 1).
Kandungan isian pada detonator listrik sama dengan pada detonator biasa yang membedakan keduanya adalah sumber energi yang akan menginisiasi detonator tersebut. Detonator listrik dilengkapi dengan dua kawat yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan detonator tersebut. Kawat tersebut lebih dikenal dengan istilah leg wire.  Ujung kedua kawat di dalam detonator listrik dihubungkan dengan kawat halus (bridge wire) yang akan memijar setelah ada hantaran listrik.  

Sumber : Hustrulid, 1999
Gamabr 1.Kontruksi Detonator Listrik


b.      Detonator Nonel ( Non- Electric Blasting System)
Detonator nonel telah dirancang untuk mengatasi kelemahan yang ada pada detonator listrik. Detonator nonel bisa disebut juga sebagai detonator biasa karena lebih cenderung untuk diinisiasi dengan sumbu api dibandingkan dengan listrik (Gokhale, 2009).
Detonator nonel dirancang dengan menggunakan detonator biasa yang dipasang dengan signal tube, safety fuse dan detonating core sebagai penghantar energi untuk meledakkan detonatornya.
1)      Safety Fuse (Sumbu Api)
Sumbu api adalah sumbu yang disambung ke detonator biasa pada peledakan dengan menggunakan detonator biasa. Dapat dikatakan bahwa sumbu api merupakan pasangan detonator biasa, karena detonator biasa tidak dapat digunakan tanpa sumbu. Fungsi sumbu api adalah untuk merambatkan api dengan kecepatan tetap pada detonator biasa.
2)      Detonating Cord (Sumbu Ledak)
Detonating Cord merupakan salah satu komponen yang dapan meneruskan energy yang diguanakan untuk menginisiasi bahan peledak. Dalam peledakan dengan menggunakan detonatng cord tidak lagi menggunakan detonator sebagai pemicu booster yang digunakan, melainkan menggunakan detonating cord itu sendiri.
Peledakan dengan sistem ini umunya tidak memiliki delay antar dimualainya inisiasi dengan detonasinya. Relays digunakan sebagai pengontrol delay antar baris untuk peledakan menggunakan detonating cord ini.
3)      Shock tube
Signal tube tersebut  terbuat dari tabung plastik yang diameter luar 3 mm dan diameter dalamnya 1,5 mm. Tabung plastik signal tube ini berisi bahan peledak kuat  yang komposisinya telah diatur sehingga setiap signal tube yang ada memiliki delay tertentu, ada delay yang cepat dan ada yang relatif lambat. Gelombang kejut (shock wave) yang merambat dalam tabung palstik nonel tersebut dapat mencapai 2000 m/s.  (Bhandari, 1997).
Sumber : Hustrulid, 1991
Gambar 2. Konstruksi Detonator Non-Electrik

c.       Detonator Elektronik (Electronic Blasting System)
Detonator elektronik adalah detonator generasi terbaru yang lebih baik, detonator elekktronik ini memiliki akurasi delay yang tinggi dibandingkan detonator nonel dan detonator listrik. Tingkat keakuratan yang dihasilkan karena detonator jenis ini dilengkapi dengan microelectronic circuits. Detonator elektronik juga menggunakan detonator dan kabel listrik seperti pada detonator listrik (Gambar 3).
Sumber:Hustrulid,1991
Gambar 3. Konstruksi Detonator Elektronik

Keterangan :
1.      Base Caharge
2.      Primary Charge
3.      Fuse Head
4.      Integrated Circuit (Digital Chip)
5.      Capacitor
6.      Safety Circuit
7.      Legwire
8.      Detonator Shell

Perbedaan detonator listrik dan detonator elektronik adalah tingkat keakuratan delay dan sumber inisiasinya. Detonator elektronik ini bekerja atas dasar sinyal digital yang berasal dari permukaan  sedangkan detonator listrik bekerja atas dasar arus listrik (Gokhale, 2011).
Fitur penting dari detonator elektronik adalah dapat diujicoba di lapangan tanpa disertai dengan ledakan detonator secara aktual. Proses ujicoba ini memberikan kontribusi berupa berkurangnya misfire yang terjadi dalam aktivitas peledakan aktual  yang dilakukan. Sistem inisiasi menggunakan detonator elektronik juga mengurangi masalah scatter time, ketidakakuratan sequence shooting, memberikan kontrol yang lebih baik terhadap getaran tanah, flyrock, air blast dan fragmentasi peledakan yang dihasilkan (Konya et al., 1991).
Detonator elektronik ataupun sistem inisiasi elektronik merupakan detonator dan sistem inisiasi dengan tingkat keamanan paling tinggi dibandingkan dengan detonator dan sistem inisiasi lainnya. Keunggulan detonator dan sistem inisiasi elektronik disbanding detonator dan sistem inisiasi yang lain, meliputi :
a)      Detonator tidak memiliki energi yang cukup untuk meledak sendiri secara kebetulan jika terjadi kecelakaan.
b)      Microchip yang terdapat di dalam detonator hanya bisa meledak dengan sinyal tertentu dari rangkaian peledakan tersebut.
c)      Dapat diujicoba tanpa harus diledakkan secara aktual.
d)     Waktu delay di masing-masing detonator dapat diatur dengan memanfaatkan pemrograman komputer atau dengan memanfaatkan scanner.
e)      Pemilihan delay yang lebih flexible untuk digunakan pada tie up peledakan.
f)       Memberikan peningkatan kualitas hasil peledakan meliputi peningkatan keseragaman fragmentasi batuan hasil peledakan, menurunkan tingkat getaran tanah dan pengontrolan dinding pada area final wall.
g)      Tidak terpengaruh oleh keberadaan arus liar seperti yang terjadi pada sistem inisiasi listrik.
h)      Mengeliminasi issue misfire akibat keberadaan gas metan.

Senin, 07 April 2014

Genesa Nikel



                  Bijih nikel yang utama antara lain Millerit (NiS), Smaltit (Fe,Co,Ni)As, Nikolit (Ni)As, Pentlandite (Ni,Cu,Fe)S, Garnierite (Ni, Mg)SiO3.xH2O. Konsentrasi bijih Nikel disebabkan karena proses pelapukan yang berkepanjangan dimana bagian-bagian dari batuan dasar (bed rock) yang dapat larut akan terlarutkan dan akan menghasilkan residual enrichment dari unsur nikel yang tidak mudah larut.
                  Proses pelapukan dan pelindian (lixivication) antara lain menyebabkan sangat berkurangnya Al dan Ca dalam batuan asal. Sebaliknya kadar Fe, Cr, Ni dan Co meninggi. Ni yang larut dalam proses pelapukan dan pengurasan itu, bersama unsur Mg dalam batuan kemudian di endapkan kembali dan membentuk mineral hydrosilikat, antara lain gamerit- H4(MgNi)3SiO4 atau H2(NiMg)SiO4n H2O. Mineral bentukan baru ini kemudian mengisi celah ataupun retakan dalam batuan. Selain garnerit, krisopras dapat terbentuk.
Secara umum, mineral bijih di alam ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu mineral sulfida dan mineral oksida. Begitu pula dengan bijih nikel, ada sulfida dan ada oksida. Masing-masing mempunyai karakteristik sendiri dan cara pengolahannya pun juga tidak sama. Dalam bahasan kali ini akan dibatasi pengolahan bijih nikel dari mineral oksida (Laterit). Bijih nikel dari mineral oksida (Laterite) ada dua jenis yang umumnya ditemui yaitu Saprolit dan Limonit dengan berbagai variasi kadar. Perbedaan menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah kandungan Fe (Besi) dan Mg (Magnesium), bijih saprolit mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi sedangkan limonit sebaliknya.
Logam berwarna putih keperakan, ringan, kuat, anti karat, mempunyai daya hantar listrik dan panas yang baik. Bernomor atom 28, berlambang Ni, valensi 0,1,2, dan 3, berat atom 58,71 , spesifik gravity 8,902 (pada 250C), titik lebur 1453oC, titik didih 27320C,  resistan terhadap oksidasi, mudah ditarik oleh magnit, larut pada larutan asam nitrit, tidak larut dalam air dan amoniak, sedikit larut dalam asam hidrokhlorik dan asam belerang. Berat jenis 8,8 untuk logam padat dan 9,04 untuk kristal tunggal. Inti bumi mengandung nikel kira – kira 3% sedangkan kerak bumi sebesar 0,003%, di alam biasanya nikel terbentuk secara bersamaan chromium dan platina didalam batuan ultrabasa.
Konsentrasi residual silikat pada proses pelapukan batuan beku ultrabasa menghasilkan endapan nikel silikat dengan mineral yaitu gantit (H4Ni2Mg2(SiO4)3.4H2O);  konarit ( H4NiSi3O10 )  dan  garnirit  ( Mg,Ni )  SiO3 + n H2O.
Batuan ultrabasa yang mengandung unsur nikel adalah gabro, basalt, peridotit dan norit. Endapan nikel tembaga sulfida dihasilkan dari pemisahan lelehan sulfide oksida dari lelehan silikat bersulfur pada sebelum, selama atau sesudah proses alihan pada suhu diatas 9000C; mineral utamanya adalah pentlandit (Fe,Ni)gS8, mineral lainnya antara lain nikolit (NiAs), skuterudit (Co, Fe, Ni)As3 dan violurit (FeNi2S4).

Sabtu, 22 Maret 2014

PERENCANAAN TAMBANG BATUBARA


Penaksiran cadangan merupakan salah satu tugas terpenting dan berat tanggung jawabnya dalam mengevaluasi suatu proyek pertambangan karena keputusan-keputusan teknis amat tergantung padanya. Model cadangan yang dibuat adalah pendekatan dari keadaan cadangan nyata berdasarkan data/informasi yang tersedia dan masih mengandung ketidakpastian.
Ada beberapa hal yang mendasari sehingga penaksiran cadangan dianggap penting, antara lain :
1)    Penaksiran cadangan memberikan taksiran dari kuantitas (tonase) dan kualitas (kadar dan lain-lain) dari cadangan.
2)    Penaksiran cadangan memberikan perkiraan bentuk tiga dimensi dari cadangan serta distribusi ruang (spatial) dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan urutan atau tahapan penambangan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemilihan peralatan dan Net Present Value (NPV) dari tambang.
3)    Jumlah cadangan menentukan umur tambang. Hal ini penting dalam perancangan pabrik pengolahan dan kebutuhan infrastruktur lainnya.
4)    Batas-batas kegiatan penambangan (pit limit) dibuat berdasarkan taksiran cadangan. Faktor ini harus diperhatikan dalam menentukan lokasi pembuangan tanah atau batuan penutup dan tailing (waste dump dan tailing impoundment), pabrik pengolahan bijih, bengkel dan fasilitas lainnya.
Syarat-syarat untuk dapat melaksanakan penaksiran cadangan suatu daerah penambangan, antara lain :
1)    Suatu taksiran cadangan harus mencerminkan kondisi geologis dan karakter atau sifat dari mineralisasi.
2)    Model cadangan yang akan digunakan untuk perancangan tambang harus konsisten dengan metode penambangan dan teknik perencanaan tambang yang akan diterapkan.
3)    Taksiran yang baik harus didasarkan pada data faktual yang diolah atau diperlakukan secara objektif.
4)    Metode penaksiran yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat diuji ulang atau diverifikasi.
Tahap pertama setelah penaksiran cadangan selesai dilakukan adalah memeriksa atau mengecek taksiran kadar blok (unit penambangan terkecil). Hal ini dilakukan dengan menggunakan data pemboran (komposit data assay) yang ada disekitarnya. Setelah penambangan dimulai, taksiran kadar dari model cadangan harus dicek ulang dengan kadar dan tonase hasil penambangan yang sesungguhnya.    


Prinsip utama dalam penaksiran cadangan adalah bagaimana mendapatkan suatu nilai pengganti terbaik dari sejumlah perconto yang diambil dari suatu badan mineral. Secara lebih spesifik kita ingin menaksir kadar pada suatu lokasi dimana kita tidak memiliki data dengan menggunakan sejumlah perconto yang letaknya dekat dengan lokasi tersebut.
Ada berbagai metode untuk menghitung cadangan sesuai dengan kondisi geologi dan mineralogi endapan. Berbagai metode tersebut telah dikembangkan dari metode konvensional (klasik) yang manual sampai metode geostatistik dengan komputer. Metode geostatistik secara bertahap telah menggantikan penggunaan metode konvensional. Metode geostatistik penjelasan secara rinci tidak akan dibahas dalam kesempatan ini.
Untuk memilih salah satu di antara metode itu diperlukan beberapa pertimbangan, yaitu analisis geologi cadangan, tujuan perhitungan cadangan, sistem penambangan dan prinsip-prinsip dari interpretasi dan eksplorasi yang dipakai. Metode tertentu lebih sesuai dipakai untuk endapan dengan bentuk geometri dan distribusi kadar yang tertentu pula. Endapan dengan bentuk geometri kompleks dan distribusi kadar yang tinggi akan lebih cocok bila dihitung dengan Metode Krigging. Untuk endapan dengan bentuk geometri sederhana dengan distribusi kadar atau koefisien variasi rendah akan lebih efektif dihitung dengan metode penampang yang sederhana.
Metode-metode konvensional yang digunakan untuk perhitungan cadangan adalah sebagai berikut :
1)     Menurut G. Popov :

        Metode rata-rata faktor dan luas

a.      Metode analog
b.      Metode blok-blok geologi

Metode blok-blok penambangan

a.   Blok terbuka pada empat sisi pekerjaan bawah tanah
b.   Blok terbuka pada tiga sisi pekerjaan bawah tanah
c.   Blok terbuka pada dua sisi pekerjaan bawah tanah
d.   Blok terbuka pada satu level dan perpotongan pada kedalaman pemboran
Metode cross-section
a.   Metode standar
b.   Metode linear
c.   Metode isoline

Metode Analitik

a.   Metode triangle (segitiga)
b.   Metode poligon
1)      Penyebaran lubang bor tidak teratur
2)      Penyebaran lubang bor teratur
i.    Jaringan kerja bujur sangkar
ii.   Grid papan catur
2)     Menurut Park adalah :

        Regular

a.   Included area
b.   Excluded area
c.   Semi regular

Irregular

a.   Area of influence
b.   Triangle grouping
c.   Cross-section

Berikut ini uraian mengenai beberapa metoda yang biasa diaplikasikan : 

1)  Metode Penampang Melintang 

Penampang melintang disusun dari kombinasi antara peta garis singkapan (cropline) batubara dengan data pemboran (log bor). Penampang melintang per seam disusun dengan melakukan interpolasi antar data lapisan (seam) pada setiap titik bor yang berdekatan. Garis penampang melintang sebaiknya selalu diusahakan tegak lurus jurus garis singkapan batubara.
Penampang seam berguna untuk memudahkan perhitungan sumberdaya sekaligus cadangan batubara salah satunya dengan menggunakan rumus mean area. Data tersebut juga dapat digunakan untuk menghitung cadangan tertambang dengan memasukkan asumsi sudut lereng ke dalamnya.
Cadangan dihitung berdasarkan luas daerah batas seam pada penampang yang bersebelahan. Volume cadangan yang dihitung adalah volume antara dua penampang yang bersebelahan. Perhitungan volume dilakukan menggunakan rumus mean area.

V = L /2 (S1 + S2)

keterangan :
V = Volume daerah yang ditaksir (m3)
L = Jarak antar Penampang (m)
S = Luas daerah penampang batubara pertama dan kedua (ton/m3)
Selain menggunakan rumus mean area, perhitungan ini juga dapat dilakukan menggunakan rumus kerucut terpancung, rumus prismoida dan rumus obelisk.
Faktor tonase biasanya diperoleh untuk masing-masing material secara empirik. Kemudian tonase untuk masing-masing penampang dijumlahkan untuk memberikan gambaran total tonase cadangan batubara. Perkiraan akhir untuk kualitas batubara diperoleh dengan menghitung nilai rata-rata tertimbang (weighted average) untuk masing-masing seam atau area perhitungan. 

2)  Metode Penampang Horizontal


Walaupun metode penampang vertikal telah banyak digunakan untuk penaksiran cadangan bijih pada masa lalu, sekarang metode ini telah banyak digantikan oleh teknik-teknik berdasar pada penggunaan penampang horizontal.
Metode penampang horizontal pada dasarnya melakukan perhitungan volume berdasarkan luas daerah juga. Nilai-nilai elevasi yang diperoleh dari data pemboran dikorelasikan secara horizontal membentuk permukaan lapisan menggunakan prinsip triangulasi atau daerah pengaruh. Kemudian permukaan ini dihitung luasnya, dan luas permukaannya dikalikan dengan rata-rata ketebalan lapisan untuk memperoleh volume seam yang diinginkan. 

3)  Metode Triangular


Metode triangular adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung cadangan batubara. Di dalam metode triangular, masing-masing titik batas material pada lubang bor dijadikan ujung sebuah segitiga sehingga akan dihasilkan suatu permukaan yang terdiri dari gabungan segitiga-segitiga dan dihasilkan seam berupa prisma-prisma segitiga yang teridiri dari dua buah segitiga yang sejajar dengan jarak vertikal sebesar ketebalan lapisan. Jika prisma segitiga yang terbentuk memiliki ketebalan yang tetap, maka volumenya akan sama dengan luas daerah dikalikan dengan ketebalan, dan untuk memperoleh tonnase, maka dikenakanlah faktor tonase yang sesuai. 

4)  Metode Poligon


Metode poligon merupakan metode penaksiran yang konvensional. Metode ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan mempunyai geometri sederhana.
Kadar pada suatu luasan di dalam poligon ditaksir dengan nilai conto yang berada ditengah-tengah poligon sehingga metode ini sering disebut metode poligon daerah pengaruh (area of influence). Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara dua titik sampel dengan satu garis sumbu. Poligon dibangun dari titik-titik pada garis hubung dengan jarak batas terhadap pusat poligon yang  selalu sama dengan jarak batas pusat poligon disebelahnya. Di dalam poligon, kadar diasumsikan konstan dan sama dengan kadar pada lubang bor di dalamnya. Dalam kerangka model blok, dikenal jenis penaksiran poligon dengan jarak titik terdekat (rule of nearest point), yaitu nilai hasil penaksiran hanya dipengaruhi oleh nilai sampel yang terdekat. 

5)  Menurut U.S. Geological Survey, 1980


Perhitungan sumberdaya batubara dilakukan berdasarkan berat batubara per unit volume, luas daerah yang melingkupi sumberdaya yang akan dihitung, dan rata-rata ketebalan seam.
Metode ini dianggap sesuai untuk diterapkan dalam perhitungan sumberdaya batubara yang berbentuk tabular dengan ketebalan dan kemiringan yang relatif konsisten. Prosedur perhitungan dalam sistem USGS adalah dengan membuat lingkaran-lingkaran (setengah lingkaran) pada setiap titik informasi endapan batubara, yaitu singkapan batubara dan lokasi pemboran.
Untuk batubara dengan kemiringan lapisan kurang dari 30 derajat, daerah dalam radius lingkaran 0-400 m adalah untuk perhitungan sumberdaya terukur dan daerah radius 400-1200 m adalah untuk perhitungan sumberdaya terunjuk. Sedangkan untuk batubara dengan kemiringan lebih dari 30 derajat, radius lingkaran-lingkaran dicari harga proyeksinya ke permukaan terlebih dahulu. Tonase batubara diperkirakan dengan rumus sebagai berikut :

A x B x C = tonase batubara

Keterangan :
A   = rata-rata ketebalan seam (m)
B   = berat batubara per unit volume yang sesuai (ton/m3)
C   = luas daerah dasar batubara (m2)

6)  Model Gridded Seam  (Model Blok stratigrafi)

Dasar aplikasi teknik-teknik komputer untuk penaksiran tonase dan kadar adalah membagi-bagi cebakan dan memvisualisasikan cebakan sebagai kumpulan blok-blok, kemudian blok-blok inilah yang akan diamati untuk memperkirakan tonase dan kadar. Untuk pemodelan batubara dan cebakan-cebakan berlapis yang memiliki penyebaran lateral biasanya digunakan model gridded seam. Secara lateral endapan batubara dan daerah sekitarnya dibagi menjadi sel-sel yang teratur, dengan lebar dan panjang tertentu. Adapun dimensi vertikalnya tidak dikaitkan dengan tinggi jenjang tertentu, melainkan dengan unit stratigrafi dari cebakan yang bersangkutan. Permodelan dilakukan dalam bentuk puncak, dasar, dan ketebalan dari unit stratigrafi. Kadar dari berbagai bahan galian atau variabel dimodelkan untuk setiap lapisan.
Dalam melakukan perhitungan cadangan, parameter-parameter yang penting adalah :
a.      Ketebalan dan luas
b.      Kadar dari bijih
c.      Berat jenis bijih
C. Konsep Penambangan
Dalam merencanakan suatu tambang batubara perlu pemahaman mengenai Konsep Penambangan dan Perancangan Penambangan yang benar untuk suatu tambang terbuka batubara. Hal ini menjadi penting karena penataan lahan bekas tambang seharusnya menjadi bagian perencanaan tambang.

1. Pemilihan Daerah Penambangan
Pemilihan daerah penambangan tentunya harus didasarkan pada hasil Kajian Geologi Tambang akan diperoleh daerah penambangan tersebut. Beberapa faktor yang menyebabkan suatu daerah dapat dikatagorikan potensial adalah :
·          Penyebaran batubara yang merata.
·          Jumlah cadangan yang besar.
·          Lapisan batubara yang tebal.
·          Kualitas batubara yang baik.
·          Perhitungan cadangan tertambang pada daerah tambang tersebut dapat menghasilkan nisbah kupas yang bervariasi. Besarnya nisbah kupas pada tambang-tambang ini disebabkan antara lain oleh kondisi topografi dan hilangnya penyebaran lapisan batubara pada daerah tersebut.
·          Oleh karena itu daerah yang mempunyai nisbah kupas > 12 : 1 dianggap tidak ekonomis untuk ditambang saat ini. Lapisan penutup di atas lapisan batubara maupun antara lapisan batubara pada umumnya terdiri dari siltstone, mudstone kadang-kadang dengan sisipan shally coal dan sandstone.
·          Kemiringan lapisan batubara  berkisar antar 8 – 35 derajat. 
2.  Tahapan Penambangan
Dua pendekatan rancangan tambang terbuka :
·          Mempertimbangkan persoalan tahapan pemindahan material per blok untuk memenuhi produksi.
·          Mempertimbangkan pemindahan material yang berhubungan sangat erat dengan peralatan yang digunakan.
Pada tambang terbuka daerah penambangan cukup luas sehingga memungkinkan pemakaian alat-alat yang besar. Dalam pemilihan metoda penambangan perlu memperhatikan pertimbangan teknis yang didasarkan atas :
·          Faktor geografi dan geologi
·          Lokasi :penentuan pemakaian alat penambangan
·          Curah hujan, temperatur, iklim dan ketinggian akan berpengaruh terhadap produktifitas alat.
·          Faktor geologi yang berpengaruh seperti keadaan permukaan, jumlah lapisan batubara, kemiringan batubara, dan ketebalan tanah penutup.
·          Ukuran dan distribusi lapisan batubara
·          Ketersediaan peralatan dan kesesuaian dengan peralatan lain
·          Geoteknik
·          Umur tambang
·          Produksi
·          Sistem Penambangan Batubara
Kegiatan-kegiatan dalam tambang batubara terbuka meliputi :
·          Persiapan daerah penambangan
·          Pemboran dan peledakan atau penggaruan
·          Pengupasan dan pembuangan tanah penutup
·          Pemuatan dan pembuangan tanah penutup
·          Reklamasi
·          Teknik penambangan pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi dan topografi daerah yang akan ditambang.
Kegiatan penambangan selalu menimbulkan pengaruh terhadap lingkungan, oleh karena itu dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam penambangan harus mengetahui/mengerti akibat-akibat yang mungkin akan ditimbulkan dari kegiatan-kegiatan tersebut, sehingga dapat diusahakan dampak negatif yang sekecil mungkin.
Contoh jenis peralatan tambang dan peralatan bantu utama yang akan digunakan dalam sistem penambangan seperti yang telah diuraikan di atas adalah seperti yang terlihat pada Tabel 1


Tabel 12.1.  Contoh Peralatan Tambang Yang Diperlukan Berdasarkan Aktivitas
(Laporan Akhir Proyek Bina Pertambangan, ITB, 2000)
Aktivitas
Peralatan/Bahan
Pembongkaran, penggaruan, dan penggusuran
Buldoser dengan single shank (giant) ripper dan double shank ripper
Pemboran dan peledakan
-  Alat bor : CRD  dan Kompresor
- Bahan peledak : ANFO (bahan peledak utama) dan Power Gel (primer)
- Alat bantu peledakan : NONEL, sumbu ledak, sumbu api, plain detonator.
Penggalian dan pemuatan
Shovel dan backhoe
Pengangkutan
Truk jungkit

3. Cadangan Tertambang

Seperti telah dijelaskan dalam Kajian Geologi Tambang, perhitungan cadangan tertambang dilakukan dengan perhitungan dilakukan dengan metode penampang atau metode lainnya.

4.  Strategi Penambangan

Perancangan penambangan pada daerah tambang pada umumnya dilakukan berdasarkan batasan nisbah kupas.

D. PERANCANGAN PENAMBANGAN
1.  Rencana Produksi
Semua perusahaan tambang merencanakan beroperasi dengan tingkat produksi batubara per tahun. Produksi tahun ke-1 biasanya lebih kecil dari tahun-tahun berikutnya. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada tahun awal penambangan selain kegiatan penambangan juga diperlukan berbagai kegiatan lainnya seperti persiapan permuka kerja, pembuatan jalan ke outside dump, dan lain sebagainya.
Rencana produksi untuk setiap tahun memperhatikan pengaruh curah hujan terhadap produksi batubara.
Rencana produksi bertahap seperti yang dijelaskan di atas selanjutnya menjadi panduan untuk menentukan batas kemajuan penambangan setiap tahun.
2.  Kriteria Penambangan
Kriteria penambangan pada umumnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
·          Faktor struktur geologi
·          Faktor geoteknik
·          Faktor hidrologi dan hidrogeologi
·          Data dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan :
-            Waktu kerja
-            Sifat fisik material
-            Efisiensi kerja peralatan
3.  Rancangan Penambangan
1)  Permuka kerja penambangan
Permuka kerja penambangan adalah medan kerja di mana kegiatan penggalian/penambangan batubara sedang berlangsung. Satu permuka kerja membutuhkan satu armada peralatan tambang yang terdiri dari satu unit alat gali-muat dengan beberapa unit alat angkut dan dibantu satu unit alat garu-dorong. Dalam satu pit penambangan mungkin terdapat satu atau lebih permuka kerja. Jika pit cukup luas dan dengan alasan kebutuhan produksi maka beberapa permuka kerja dapat beroperasi secara bersamaan. Banyaknya permuka kerja yang harus beroperasi dalam penambangan ditentukan oleh jumlah armada peralatan penambangan batubara yang dibutuhkan berdasarkan target produksi.
2)  Batas penambangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan batas tambang terbuka adalah batas Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi, penyebaran lapisan batubara, dimensi lereng aman, rencana produksi, nisbah kupas, aliran sungai, dan jalan negara yang melewati tambang tersebut
Penentuan batas lereng akhir tambang juga mengacu pada nisbah kupas dan dimensi maksimum lereng yang aman berdasarkan rekomendasi Kajian Geoteknik. Rencana produksi akan menentukan batas pit yang akan ditambang setiap tahun dengan nisbah kupas tertentu.
Batas penambangan tiap semester/tahun baik ke arah lateral (luas bukaan tambang) maupun vertikal (posisi lantai tambang) diwujudkan dalam peta kemajuan tambang tiap tahun.

3)   Arah dan urutan penambangan

Arah kemajuan penambangan adalah dari daerah singkapan ke arah tegak lurus jurus lapisan batubara sampai lereng akhir penambangan, kemudian bergerak maju ke daerah penambangan tahun berikutnya mengikuti penyebaran lapisan batubara.
Pemilihan urut-urutan penambangan terutama didasarkan pada pertimbangan teknis operasional serta cadangan yang ada

4)  Kegiatan Penambangan   

Penambangan batubara biasanya dilakukan dengan siklus  konvensional yaitu menggunakan kombinasi peralatan shovel/ backhoe dan truk jungkit serta buldoser. Metode ini mempunyai fleksibilitas dan selektivitas dalam penggalian, serta ketersedian alat baik jenis maupun ukuran di pasaran.
Operasi penambangan setiap tahunnya terdiri kegiatan pembersihan lahan yang dilaksanakan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan penggalian/ pemberaian, pemuatan dan pengangkutan yang dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan. Artinya, sementara kegiatan pembersihan lahan terus berlangsung dan setelah luas lahan yang dibersihkan cukup dan aman untuk tempat kerja alat gali, maka kegiatan penggalian/pemberaian dapat segera dimulai. Kegiatan ini diikuti dengan kegiatan pemuatan dan pengangkutan, baik untuk batubara maupun lapisan penutup.

5)  Pembersihan lahan

Untuk menyediakan tempat kerja bagi alat gali-muat dan alat angkut perlu dilakukan pembersihan lahan. Pembersihan lahan ini dilakukan terhadap vegetasi/pohon-pohon yang terdapat di sekitar daerah operasi penambangan dengan menggunakan buldoser.

6)  Penanganan tanah pucuk

Pertimbangan penanaman kembali daerah bekas tambang untuk mengurangi kerusakan lingkungan (reklamasi) memerlukan suatu strategi untuk penanganan tanah pucuk. Tanah pucuk ini nantinya akan disebar pada bagian teratas dari tumpukan lapisan penutup, baik di lokasi outside dump maupun di lokasi backfilling.
Tanah pucuk akan dikupas dan dimuat ke dalam truk jungkit dengan menggunakan alat muat kemudian diangkut ke lokasi penimbunan dan langsung disebar di atas timbunan lapisan penutup, kecuali pada awal penambangan karena belum ada timbunan lapisan penutup maka tanah pucuk akan ditumpuk di dekat lokasi outside dump sebelum disebar di atas timbunan lapisan penutup.

7)    Penggalian/pemberaian, pemuatan dan pengangkutan lapisan penutup
Seperti telah diuraikan sebelumnya, teknik penggalian yang direkomendasikan adalah :
·          Penggalian bebas untuk tanah pucuk
·          Penggaruan untuk batubara, mudstone, sebagian sandstone dan siltstone
·          Peledakan untuk sebagian batuan keras, bila ada.
Oleh sebab itu penanganan lapisan penutup (overburden dan interburden) akan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
·          Penggalian/pemberaian
·          Pemuatan
Pemuatan lapisan penutup ke dalam alat angkut baik dari hasil penggaruan maupun hasil peledakan adalah menggunakan alat muat.
·          Pengangkutan
Pengangkutan lapisan penutup ke lokasi penimbunan adalah menggunakan truk jungkit.
8)   Penggalian/pemberaian, pemuatan dan pengangkutan batubara
Pada umumnya penanganan lapisan batubara akan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
·          Penggaruan
·          Penggaruan batubara dengan menggunakan buldoser yang dapat dilengkapi dengan single/double shank ripper.
·          Pemuatan
·          Pemuatan batubara ke dalam alat angkut menggunakan alat muat.
·          Pengangkutan
·          Pengangkutan lapisan batubara ke ROM stockpile menggunakan truk jungkit (rigid truck).
9)  Jalan tambang

Yang dimaksud dengan jalan tambang adalah jalan yang menghubungkan permuka kerja dengan lokasi ROM stockpile dan lokasi penimbunan lapisan penutup. Jalan tambang disiapkan untuk untuk dua jalur pengangkutan truk jungkit.

10)  Perencanaan penimbunan lapisan penutup

Dalam perencanaan penimbunan lapisan penutup, penimbunan di lokasi outside dump hanya akan dilaksanakan sampai tersedianya daerah bekas penambangan yang cukup luas untuk dapat melaksanakan backfilling.
Cara seperti ini selain mengurangi biaya produksi (karena jarak angkut lapisan penutup berkurang) juga mengurangi kerusakan lingkungan akibat bekas penambangan. Dengan backfilling lubang-lubang bekas tambang diisi kembali sehingga persiapan pelaksanaan reklamasi dapat segera berjalan.
Untuk keperluan penimbunan di luar pit ini telah dipilih lokasi timbunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi penimbunan tanah adalah sebagai berikut :
·          jarak yang tidak terlalu jauh dari permuka kerja tambang
·          tidak ada cadangan batubara di bawah lokasi yang dipilih
·          tidak mengganggu daerah yang akan ditambang
·          topografi permukaan berupa lembah.
Untuk menjaga agar lereng timbunan tetap aman, perancangan penimbunan tanah di luar pit maupun backfilling selalu mengikuti dimensi timbunan yang telah direkomendasikan oleh Kajian Geoteknik. 

11)  Kebutuhan Peralatan
Kebutuhan alat-alat tambang dihitung dengan cara membagi target produksi per jam dengan produktivitas alat per jam. Target produksi per jam didapatkan dengan cara membagi target produksi per tahun dengan jam kerja efektif alat per tahun.
Peralatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi peralatan tambang utama dan peralatan penunjang.
Minescape 4 merupakan salah satu perangkat lunak terpadu yang dirancang khusus untuk industri pertambangan. Minescape yang berintikan sistem grafik CAD 3D dengan produk-produk aplikasinya memungkinkan penggunanya secara interaktif membuat dan mengolah model-model geologi tiga dimensi serta desain tambang dalam Platform Silicon Graphics dan Sun UNIX. Aplikasi Minescape merupakan inti dari sistem Minescape meliputi sistem dasar dari program, bahasa pemrograman, struktur data, library, alat-alat dan modul-modul yang merupakan bagian perangkat lunak Minescape.
Komponen-komponen Minescape meliputi :
·          GTI (Graphic Task Interface)
GTI merupakan sistem minescape yang menyediakan manajemen interface yang akan gambar-gambar dan secara visual berbeda dari lingkungan Minescape. GTI terdiri dari base window dan berisi sejumlah Page yang dapat dikonfigurasikan untuk kebutuhan pemakai dan ditampilkan sebagai tab-tab dalam tabdeck.
·          Page
Page (halaman layar) merupakan gabungan jendela yang menjalankan fungsi-fungsi khusus dan ditampilkan di dalam GTI Window. Secara umum Page ada dua macam, yaitu monitor page yang menyediakan layanan pemantauan dan kontrol terhadap modul-modul yang dijalankan dan minescape page yang menyediakan fungsi-fungsi Minescape.
·          CAD Window
CAD Window menampilkan grafis 3D CAD dari Minescape (Computer Aided Design).
·          Form
Format merupakan window tersendiri yang menampilkan parameter dan data yang relevan untuk mengoperasikan Minescape secara khusus serta memungkinkan anda untuk melihat, memanipulasi parameter secara interaktif dan menyerahkan modul-modul tersebut untuk dijalankan.
Produk adalah perangkat lunak khusus yang dipadukan dengan aplikasi Minescape. Produk-produk tambahan memberikan kehandalan dalam aplikasi dan fungsi-fungsi tambahan yang khusus pada operasi-operasi tertentu (misalnya Quality, Stratigraphic Modelling dan Underground Design). Produk-produk yang tersedia dalam keluaran ini meliputi :
·         Blasthole Database
·         Stratigraphic Modelling
·         Block Modelling
·         Quality
·         Open Cut Mine Design
·         Underground Coal Mine Design
·         Mine Surveying
·         Reserves
·         Haul Road Design
·         Drill & Blast Design
·         Dragline Modelling
·         Scheduling

·         Truck Route

SISTEM INISIASI PELEDAKAN (Blast Initiation System)

Inisiator merupakan suatu istilah yang diguanakan oleh perusahaan (industri) bahan peledakn untuk mendeskripsikan peralatan yang dapat dig...