Minggu, 22 September 2013

Air Tanah



1. Distribusi Vertical Air Tanah
Air tanah secara verikal berdasarkan kedalaman yang dimilikinya dibagi kedalam beberapa zona, yang masing masing zona memiliki karakteristik tertentu.

         1.1 Zona Aerasi ( Unstaturated Zone )
Zona aerasi merupakan zona yang tidak jenuah air, dimana pada zona ini tanah tidak sepenuhnya berisi air, melainkan pada pori-pori tanah masih terdapat rongga-rongga yang diisi oleh udara. Zona ini juga dapat dikatakan sebagai zona tak jenuh air.
         1.2 Zona Staturasi (Zone of staturation )
Zona staturasi adalah zona dimana air mengisi seluruh rongga yang ada di dalam batuan. Pada zona ini air telah jenuh, dan tidak lagi mengalami proses penyerapan air.
Masing-masing zona pada distribusi vertikal air tanah ini dibatasi oleh lapisan yang kita kenal dengan lapisan muka air tanah.

2 Pergerakan Air Tanah
`    Air tanah mengalir dari daerah yang lebih tinggi (daerah tangkapan) ke daerah yang lebih rendah (daerah buangan) menuju laut. Daerah tangkapan didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran (catchment area) dimana aliran air tanah jenuh menjauhi permukaan tanah, sedangkan daerah buangan didefinisikan sebagai bagian dari catchment area dimana aliran air tanah menuju permukaan tanah (Kodoatie, 1996).
Pengukuran kedudukan air tanah dapat dilakukan pada sumur gali penduduk atau pada sumur bor dalam waktu yang relatif sama dan dibedakan antara muka air tanah bebas dengan muka air tanah tertekan, sehingga hasil pengukuran hanya menggambarkan kondisi air tanah pada suatu waktu tertentu. Hasil pengukuran ini dituangkan menjadi suatu peta yang menggambarkan bentuk morfologi permukaan air tanah beserta arah alirannya (termasuk di dalamnya aliran permukaan), berdasarkan peta tersebut dapat dihitung gradien hidrolika (kemiringan muka air tanah) daerah bersangkutan.
Peta ini, apabila digabungkan dengan peta topografi permukaan dan peta geologi, berguna untuk membuat perencanaan kawasan pertambangan yang aman dan tidak merusak lingkungan disekitarnya. Namun demikian, kadang-kadang arah aliran air tanah pada daerah pertambangan agak sulit untuk ditentukan, seperti misalnya daerah satuan batu gamping yang memiliki sistem rekahan yang cukup kompleks. Adapun pergerakan air tanah dibagi menjadi 2 antara lain sebagai berikut:

2.1. Pergerakan Air Tanah Secara Lateral
Pada dasarnya gerakan air secara lateral adalah mengikuti prinsip hidrolik, dimana gerakan air yang terjadi disebabkan perbedaan tekanan antara dua tempat yang pori-porinya berhubungan. Menurut hukum Darcy, pergerakan atau rembesan air tanah berlangsung secara linier.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa gerakan dan kecepatan aliran air tanah dipengaruhi oleh luas penampang, gradien hidrolik, porositas, permeabilitas (daya rembesan tanah), dan lain-lain.
Dari pergerakan air tanah ini dapat diketahui besarnya permeabilitas tanah yang juga tergantung pada macam atau jenis tanah  serta suhu atau viskositas fluida. Berikut ini dapat dilihat harga koefisien permeabilitas macam tanah pada suhu tetap.
TABEL I
HARGA k  DARI BEBERAPA MACAM TANAH
No.
Macam Tanah
Harga k
1
2
3
4
Lempung
Lanau
Pasir halus
Pasir berlempung
10-9            10-6
10-5      – 5 . 10-4
10-3      – 5 . 10-2
5 . 10-3      10-2
k = koefisien permeabilitas

2.2. Pergerakan air tanah secara vertikal
Pergerakan air tanah secara vertikal ini dimulai dari “zone of aeration” yang terbagi atas “soil water zone”, “intermediete zone/ intermediete belt”, dan “capilary zone”. Di bawah capilary zone terdapat “water table”, dimana zona ini termasuk dalam “zone of saturation”.
Apabila air tanah yang telah mencapai zone of aeration tadi terus bergerak, maka suatu saat gerakan air tanah tersebut akan terhenti pada batas lapisan bed rock. Sedangkan kecepatan gerak dari air tersebut adalah berbeda-beda, tergantung dari ukuran butir tanahnya. Berikut ini dapat dilihat beberapa harga dari kecepatan air tanah.
TABEL II
KECEPATAN AIR TANAH
No.
Karakteristik tanah dalam Akuifer
Ukuran butir
(mm)
Kecepatan rata-rata
(m/ hr)
1
2
3
4
Silt, Pasir halus
Pasir sedang
Pasir kasar, kerikil halus
Kerikil
      0,005 –    0,25
      0,25       0,5
      0,5         2,0
      2,0       10,0
    2,0
  35,0
192,0
109,0
Catatan : harga kecepatan rata-rata diambil pada harga gradien hidrolik 100 %.
3 Kondisi Air Tanah
Air tanah yang berhubungan dengan zona-zona geologi dapat diklasifikasikan dalam 5 (lima) jenis, yaitu :

3.1 Air tanah alluvial
Volume air tanah dalam dataran alluvial ditentukan oleh tebal, penyebaran dan permeabilitas dari Akuifer yang terbentuk dalam allvium dan dilluvium yang mengendap dalam dataran. Jenis-jenis air tanah dataran alluvial, yaitu :
1.  Air susupan (influent water)
2.  Air tanah di lapisan yang dalam
3.  Air tanah sepanjang pantai

3.2.   Air Tanah di dalam Kipas Detrital
Endapan kipas detrital terdiri dari endapan kipas di atas kipas dan endapan bagian ujung bawah kipas. Endapan di atas kipas terdiri dari lapisan pasir dan kerikil yang tidak terpilih, sedangkan pada bagian tengah terdiri atas lapisan pasir. Selanjutnya pada ujung bawah kipas endapannya berupa endapan loam, dimana Akuifer yang terdapat di bawah endapan ini adalah air tanah terkekang.

3.3 Air Tanah di dalam Terra Dilluvial
Air tanah di dalam terras dilluvial yang tertutup dengan endapan terras yang agak tebal, ditentukan oleh keadaan bahan dasar serta daerah pengaliran dari terras. Pada bagian lembah dari daerah batuan dasar terdapat Akuifer yang tebal dan mata air keluar pada daerah batun dasar yang rendah.

3.4  Air Tanah di Kaki Gunung Api
Beberapa karakteristik air tanah pada tofografi ini yaitu :
1.  Pada bagian kaki gunung api dengan latar belakang yang lebih tinggi dan mempunyai curah hujan yang lebih besar dari daerah sekelilingnya, sehingga pengisian air tanah pun menjadi lebih banyak.
2.  Disebabkan pada pragmen-pragmen gunung api terdapat ruang-ruang yang relatif  banyak, maka dengan sendirinya mudah untuk menyalurkan air. Pada bagian bagian ujung terras terdapat Akuifer yang besar.

3.5 Air Tanah di Zona Retakan
Air tanah pada daerah ini terjadi akibat terdapatnya zona retakan yang memotong lapisan-lapisan sebagai akibat proses geologi pada zaman tersier. Pada zona ini tidak terbentuk Akuifer, sedang air tanahnya adalah berupa air celah.

Hidrologi



II.1.  Pengertian Hidrologi
Hidrologi Adalah suatu ilmu yang mempelajari air dibumi, kejadian, sirkulasi dan distribusi, sifat-sifat kimia dan fisika dan reaksinya dengan lingkungan, termasuk hubungannya dengan mahkluk hidup. Domain hidrologi mencakup seluruh sejarah keberadaan air di bumi. Hidrologi disebut sebagai sain karena hidrologi ini diturunkan dari ilmu-ilmu dasar seperti matematika, fisika, meteorologi dan geologi. Hidrologi disebut juga sebagai Profesi karena seorang ahli hidrologi berusaha mengaplikasikan pengetahuannya untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehingga dengannya akan membuat hidup manusia menjadi lebih baik. Tugas seorang ahli hidrologi secara praktis adalah menentukan input air dan bentukan air lainnya kedalam suatu sistem sumber daya air, seperti sungai, danau atau aquifer dan menelusuri penggerakan air melewati sistem.
Kajian ilmu hidrologi meliputi hidrometeorologi(air yang berada di udara dan berwujud gas), potamologi(aliran permukaan), limnologi (air permukaan yang relatif tenang seperti danau; waduk) geohidrologi(air tanah), dan kriologi(air yang berwujud padat seperti es dan salju) dan kualitas air. Penelitian Hidrologi juga memiliki kegunaan lebih lanjut bagi teknik lingkungan, kebijakan lingkungan, serta perencanaan. Hidrologi juga mempelajari perilaku hujan terutama meliputi periode ulang curah hujan karena berkaitan dengan perhitungan banjir serta rencana untuk setiap bangunan teknik sipil antara lain bendung, bendungan dan jembatan.
 
II.2. Siklus Hidrologi
Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut. Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.

Dengan adanya penyinaran matahari, maka semua air yang ada dipermukaan bumi akan berubah wujud berupa gas/uap akibat panas matahari dan disebut dengan penguapan atau evaporasi dan transpirasi. Uap ini bergerak di atmosfer (udara) kemudian akibat perbedaan temperatur di atmosfer dari panas menjadi dingin maka air akan terbentuk akibat kondensasi dari uap menjadi cairan (from air to liquid state). Bila temperatur berada di bawah titik beku (freezing point) kristal-kristal es terbentuk. Tetesan air kecil (tiny droplet) umbuh oleh kondensasi dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen sampai pada kondisi yang cukup besar menjadi butir-butir air. Apabila jumlah butir sir sudah cukup banyak dan akibat berat sendiri (pengaruh gravitasi) butir-butir air itu akan turun ke bumi dan proses turunnya butiran air ini disebut dengan hujan atau presipitasi. Bila temperatur udara turun sampai dibawah 0º Celcius, maka butiran air akan berubah menjadi salju [Chow dkk.,1988].
Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi). Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara. Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau tempat- tempat yang rendah dll., maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll.
Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai kecil ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju mulut sungai atau sering disebut estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut.
Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan Infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap (evaporasi dan transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk kedalam tanah (infiltrasi, perkolasi, kapiler). Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang – ruang antara butir – butir tanah dan di dalam retak – retak dari batuan. Dahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan kontinyu.
Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrologi. Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah, misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan curah hujan daerah tersebut. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan awal ( initial storage ).
Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi), masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi. Sedangkan air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke tempat yang lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang langsung jatuh di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang langsung jatuh diatas danau menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di danau akan mengalir melalui sistem jaringan sungai, permukaan tanah (akibat debit banjir) dan merembes melalui tanah.

Batubara



1.      Pengertian Batubara
Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

2.      Batubara Secara  Umum
a.       Umur Batubara
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

b.      Kelas dan Jenis Batubara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
1)      Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
2)      Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
3)      Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
4)      Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
5)      Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

c.       Materi Pembentuk Batubara
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
1)      Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
2)      Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
3)      Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4)      Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
5)      Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

d.      Pembentukan Batubara
                  Batubara adalah batuan sedimen yang berlapis dan bersifat karbonan dimana terbentuk oleh akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang terawetkan dalam lapisan sedimen pembawanya serta mengalami peningkatan temperatur dan tekanan yang tinggi sehingga kaya akan unsur karbonan.
                  Batubara terbentuk dari adanya endapan organik yang merupakan sisa-sisa tumbuhan yang terendapkan di lingkungan delta, pantai (rawa-rawa), ataupun cekungan antar gunung yang berupa danau, dimana lapisan batuan dasarnya merupakan batuan yang kedap air yang memungkinkan tidak terjadinya sirkulasi air yang tinggi. Vegetasi yang terus-menerus tumbuh memungkinkan terjadinya rawa hutan, pohon-pohon yang mati akan terendam dan mengalami pembusukan anaerob. Zat air yang terkandung di dalam tumbuhan akan lepas dan menyebabkan bertambahnya persentasi karbon. Humus yang terbentuk pada daerah dengan sistem pengairan yang buruk dimana air terus-menerus menggenanginya, maka akan terubah menjadi gambut yang merupakan tahap awal proses pembatubaraan (coalification), selanjutnya dengan pembebanan lapisan sedimen yang ada diatasnya terpengaruh temperatur yang terjadi secara kontinyu dan berulang-ulang dalam kurun waktu jutaan tahun menyebabkan gambut menjadi batubara dengan kondisi ketebalan bervariasi dan berlapis-lapis.
      Untuk memahami bagaimana batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan, perlu diketahui dimana batubara tersebut terbentuk. Untuk lebih jelasnya mengenai terbentuknya batubara dikenal 2 macam teori :
1)      Teori Insitu (Autochton)
Teori ini mengatakan bahwa bahan – bahan pembentuk batubara terbentuk dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian proses transportasi tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami Coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena abunya relatif kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara Muara Enim (Sumatera Selatan).
2)      Teori Drift (Allochton)
        Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan yang membentuk lapisan batubara terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat semula tumbuhan hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air yang berakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran yang tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa  tempat, kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang tersangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan dilapangan batubara Delta Mahakam Purba, Kalimantan Timur.

SISTEM INISIASI PELEDAKAN (Blast Initiation System)

Inisiator merupakan suatu istilah yang diguanakan oleh perusahaan (industri) bahan peledakn untuk mendeskripsikan peralatan yang dapat dig...