Jumat, 14 Desember 2012

KECELAKAAN TAMBANG



Kecelakaan (accident) secara bebas merupakan  segala kejadian yang tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan tidak dapat dikendalikan, yang mengakibatkan kerugian baik berupa   cidera  pada manusia, kerusakan alat,   atau   penurunan   produktivitas.     Khusus untuk industri pertambangan, masalah kecelakaan (atau lebih tepatnya masalah keselamatan kerja) diatur dalam KepMen Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Di dalam KepMen dijelaskan secara spesifik bahwa kecelakaan tambang harus memenuhi 5 (lima) unsur sebagai berikut:
  1. benar-benar terjadi, artinya murni kejadian kecelakaan, bukan rekayasa, tanpa motif, dan bukan kesengajaan
  2. mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh Kepala Teknik Tambang
  3. akibat kegiatan usaha pertambangan
  4. terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera
  5. terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek
Kelima unsur kecelakaan di atas harus dipenuhi, tanpa terkecuali, barulah sebuah kecelakaan dapat dikategorikan sebagai kecelakaan tambang. Jika salah satu tidak terpenuhi, biasanya kecelakaan yang terjadi dikategorikan sebagai kecelakaan kerja (tentunya jika kecelakaan yang terjadi memang berkaitan dengan aktivitas pelaksanaan pekerjaan). Seluruh kecelakaan tambang harus dicatat dan dilaporkan. Jenjang pelaporan tergantung  dari  kategori     cidera   yang   terjadi  akibat     kecelakaan    tambang.  Cidera akibat kecelakaan tambang dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kelas, yaitu:
  1. cidera ringan, yaitu cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari namun kurang dari 3 minggu
  2. cidera berat, yaitu cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula selama lebih dari 3 minggu, atau cidera yang menyebabkan pekerja tambang cacat tetap, atau mengakibatkan keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan bawah, lengan atas, paha, kaki, atau mengakibatkan pendarahan dalam, atau pingsan akibat kekurangan oksigen, atau luka terbuka yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan tetap, atau persendian yang lepas yang belum pernah terjadi sebelumnya
  3. mati, yaitu kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati dalam waktu 24 jam sejak terjadinya kecelakaan tersebut
 Untuk kecelakaan kerja ditambang MIGAS untuk pelaporannya sudah ada ketentuannya, salah satunya “PENDATAAN DAN PELAPORAN KECELAKAAN TAMBANG PADA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGUSAHAAN SUMBER DAYA PANAS BUMI” tertanggal 25 Oktober 1996.
Dalam dokumen tersebut, dinyatakan yang dimaksud dengan kecelakaan kerja tambang adalah setiap kecelakaan yang menimpa pekerja tambang, pada waktu melakukan pekerjaannya ditempat kerja pada wilayah kuasa pertambangan yang mengakibatkan pekerja kehilangan kesadaran, memerlukan perawatan medis, mengalami luka-luka, kehilangan anggota badan, atau kematian.
Untuk pengertian tambahan:
  • Pekerja tambang adalah setiap orang yang kegiatannya berhubungan dengan pemberi kerja tambang yang mengawasi langsung atau tidak langsung, termasuk karyawan kontraktor yang terdapat dalam kontrak kerja tambang yang diketahui dan atau oleh pemberi kerja.
  • Tempat kerja tambang adalah wilayah kerja kuasa pertambangan dimana kegiatan atau aktifitas kegiatan perusahaan berlangsung dan tempat lain dibawah pengawasan Kepala Teknik Tambang dan atau Penyelidik.
Jadi disini, pengertian untuk kecelakaan yang tejadi pada saat pergi atau pulang dari kerja, bukan termasuk kecelakaan kerja. (Kalau untuk OSHA, commuting tidak termasuk work related).
Mengenai biaya ganti rugi atau kompensasi, tergantung term and condition dari kesepakatan yang ada. Kalau kita ikut Jamsostek atau Astek atau asuransi lain, tentunya disitu sudah ditentukan kondisi yang bagaimana yang akan mendapatkan kompensasi. Begitu juga dengan perusahaan, tentunya mempunyai kebijakan yang berbeda-beda untuk masalah tanggungan kesehatan atau jaminan kesehatan ini.  Contoh ada kontraktor asing yang mengasuransikan pegawainya pada saat bepergian dengan pesawat, jika mendapat kecelakaan dan meninggal akan mendapatkan US $ 150,000 dan masih ditambahkan lagi dari perusahaan masih memberikan tunjangan kematian dan pesangonnya. Belum lagi yang dari Jamsostek, dan lain-lain. Dan perlakuan antara pegawai tetap dengan pegawai kontrak biasanya akan berbeda.
Perbedaan mengenai definisi kecelakaan kerja inilah yang menjadi masalahnya, khususnya mengenai berangkat/pulang ke/dari lokasi kerja dari/ke rumah. JAMSOSTEK mengatakan sebagai kecelakaan kerja, OSHA tidak , MIGAS tidak masuk. Perbedaan pengertian antara lembaga Pemerintah seyogyanya diselesaikan dan bagaimana sebaiknya, menuju yang menguntungkan rakyat banyak (JAMSOSTEK) atau menuju pendapat definisi masyarakat internasional (OSHA)?
Mengenai kriteria kecelakaan tambang (referensi keputusan mentamben no 555.K/26/M.PE/1995 tentang K3 pertambangan umum. Kecelakaan tambang harus memenuhi 5 unsur yaitu :
  1. Benar-benar terjadi
  2. Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh kepala tehnik tambang
  3. Akibat kegiatan usaha pertambangan
  4. Terjadi pada jam kerja tambang yang mendapat cidera atau setiap orang yang diberi izin dana
  5. Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek demikian sedikit informasi dari saya
Peraturan tentang kecelakaan kerja di atur dalam Pedoman Peraturan Perusahaan Bidang SDM (Korporat Pertamina) di Surat Keputusan No. Kpts.48/C0000/99-SO. Dalam diperaturan tersebut tidak disebutkan wilayah kerja, hanya disebutkan hak & kewajiban jika pekerjaan mengalami kecelakaan kerja. Tetapi dalam Wording Liability Insurance tentang Work Compensation Act (WCA) disebutkan bahwa yang termasuk dalam kategori lokasi kecelakaan kerja adalah selama bekerja di lokasi pekerjaan / proyek, ketika berangkat dari rumah hingga ke lokasi proyek, dan juga ketika pulang kerja dari lokasi proyek ke rumah kembali dalam suatu perjalanan yang wajar. Untuk jenis proyek seperti pembangunan jalan atau pemasangan pipa, maka yang dimaksud lokasi proyek adalah sepanjang jalur pembangunan jalan atau sepanjang jalur pemasangan pipa.
Perbedaannya dengan Asuransi Personal Accident (PA) adalah PA hanya menyantuni jika pekerja meninggal/cacat tetap total atau sebagian karena kecelakaan. Dimanapun ia berada, sedang kerja atau sedang tidak dalam rangka bekerja.
Besarnya santunan sesuai dengan Harga Pertanggungan yg telah disepakati. Sedangkan di WCA yg dicover adalah jika mengalami kecelakaan di lokasi kerja saja dan jika meninggal dunia maksimal penggantiannya 72 kali gaji bulanan. Sedangkan untuk cacat total atau cacat tetap besarannya mengacu pada lampiran UU No.14/1993
Peraturan tersebut berlaku untuk KPS KPS yang lain. Oleh karena itu dalam kontrak dengan para kontraktornya/Supplier, para KPS biasanya mewajibkan mereka (Kontraktor/Suppliernya) mengasuransikan pekerjanya. Biasanya hal itu termuat dalam kontrak yang secara garis besar meliputi WCA (Workmen Compensation Act), ELI ( Employer's Liability Insurance), CGL ( Comprehensive General Liability ) dan ATPL ( Automobile Third Party Liability). Keempat jenis asuransi tersebut tidak harus dipenuhi oleh para kontraktor/supplier, jadi tergantung dari jenis pekerjaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SISTEM INISIASI PELEDAKAN (Blast Initiation System)

Inisiator merupakan suatu istilah yang diguanakan oleh perusahaan (industri) bahan peledakn untuk mendeskripsikan peralatan yang dapat dig...