Inisiator merupakan suatu istilah yang diguanakan oleh perusahaan (industri) bahan peledakn untuk mendeskripsikan peralatan yang dapat digunakan untuk memulia detonasi bahan peledak (Manzoor, et al,. 2014). Detonator adalah perangkat yang dirancang untuk dapat menginisiasi bahan peledak dengan terkontrol untuk isian bahan peledakn dalam jumlah besar. Secara cara garis besar sistem inisiasi peledakan dibagi menjadi dua bagian utama, yakni Pyrotechnic blasting system dan Digitalized blasting system (Konya, et.al,. 1991).
Pyrotechnic
blasting system adalah sistem inisiasi
peledakan yang menggunakan sumber energi berupa panas, tekanan, benturan dan
gesekan sebagai sumber energi yang dapat menginisiasi peledakan. Sedangkan Digitalized blasting system merupakan
sistem peledakan yang mengguakan signal digital untuk inisiasinya yang hanya
dapat dikontrol oleh perlengkapan peledakannya.
Terdapat
dua jenis muatan bahan peledak dalam detonator yang masing-masing fungsinya
berbeda, yaitu:
1. Isian utama (primary charge) berupa
bahan peledak kuat yang peka (sensitive), fungsinya untuk menerima efek panas
dengan sangat cepat dan meledak sehingga menimbulkan gelombang kejut.
2. Isian
dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan peledak
kuat dengan VoD tinggi, fungsinya adalah menerima gelombang kejut dan
meledak dengan kekuatan besarnya tergantung pada berat isian dasar tersebut.
Detonator sebagai salah satu bagian dari sistem inisiasi
peledakan dapat dibagi menjadi :
a.
Detonator Listrik (Electric Blasting System)
Detonator
listrik secara luas digunakan untuk memulai urutan ledakan tapi
saat
ini telah jarang digunakan dalam peledakan (ICI 1997). Energi listrik dimasukkan ke dalam detonator dari peledak
(baterai, exploder
atau dibebankan c apacitor) melalui kawat sirkuit utama (firing line) menuju detonator. Dalam detonator (Gambar 1).
Kandungan isian pada detonator listrik sama dengan
pada detonator biasa yang membedakan keduanya adalah sumber energi yang akan
menginisiasi detonator tersebut. Detonator listrik dilengkapi dengan dua kawat
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan detonator tersebut. Kawat
tersebut lebih dikenal dengan istilah leg
wire. Ujung kedua kawat di dalam
detonator listrik dihubungkan dengan kawat halus (bridge wire) yang akan memijar setelah ada hantaran listrik.
|
Sumber : Hustrulid, 1999
Gamabr
1.Kontruksi Detonator Listrik
|
b.
Detonator Nonel ( Non- Electric Blasting System)
Detonator nonel telah dirancang untuk mengatasi
kelemahan yang ada pada detonator listrik. Detonator nonel bisa disebut juga
sebagai detonator biasa karena lebih cenderung untuk diinisiasi dengan sumbu
api dibandingkan dengan listrik (Gokhale, 2009).
Detonator nonel dirancang dengan menggunakan
detonator biasa yang dipasang dengan signal
tube, safety fuse dan detonating core sebagai penghantar energi untuk
meledakkan detonatornya.
1)
Safety Fuse (Sumbu
Api)
Sumbu api adalah sumbu
yang disambung ke detonator biasa pada peledakan dengan menggunakan detonator
biasa. Dapat dikatakan bahwa sumbu api merupakan pasangan detonator biasa,
karena detonator biasa tidak dapat digunakan tanpa sumbu. Fungsi sumbu api
adalah untuk merambatkan api dengan kecepatan tetap pada detonator biasa.
2)
Detonating Cord (Sumbu
Ledak)
Detonating Cord merupakan salah satu komponen yang dapan
meneruskan energy yang diguanakan untuk menginisiasi bahan peledak. Dalam
peledakan dengan menggunakan detonatng cord tidak lagi menggunakan detonator
sebagai pemicu booster yang digunakan, melainkan menggunakan detonating cord
itu sendiri.
Peledakan
dengan sistem ini umunya tidak memiliki delay antar dimualainya inisiasi dengan
detonasinya. Relays digunakan sebagai pengontrol delay antar baris untuk
peledakan menggunakan detonating cord ini.
3)
Shock tube
Signal tube
tersebut terbuat dari tabung plastik
yang diameter luar 3 mm dan diameter dalamnya 1,5 mm. Tabung plastik signal tube ini berisi bahan peledak
kuat yang komposisinya telah diatur
sehingga setiap signal tube yang ada
memiliki delay tertentu, ada delay yang cepat dan ada yang relatif
lambat. Gelombang kejut (shock wave)
yang merambat dalam tabung palstik nonel tersebut dapat mencapai 2000 m/s. (Bhandari, 1997).
|
|
|
Sumber :
Hustrulid, 1991
Gambar 2. Konstruksi Detonator Non-Electrik
|
c.
Detonator Elektronik
(Electronic Blasting System)
Detonator elektronik adalah detonator
generasi terbaru yang lebih baik, detonator elekktronik ini memiliki akurasi delay yang tinggi dibandingkan detonator
nonel dan detonator listrik. Tingkat keakuratan yang dihasilkan karena
detonator jenis ini dilengkapi dengan microelectronic
circuits. Detonator elektronik juga menggunakan detonator dan kabel listrik
seperti pada detonator listrik (Gambar 3).
|
Sumber:Hustrulid,1991
Gambar 3. Konstruksi Detonator
Elektronik
Keterangan :
1.
Base Caharge
2.
Primary Charge
3.
Fuse Head
4.
Integrated Circuit (Digital Chip)
5.
Capacitor
6.
Safety Circuit
7.
Legwire
8.
Detonator Shell
|
Perbedaan detonator listrik dan
detonator elektronik adalah tingkat keakuratan delay dan sumber inisiasinya. Detonator elektronik ini bekerja atas
dasar sinyal digital yang berasal dari permukaan sedangkan detonator listrik bekerja atas
dasar arus listrik (Gokhale, 2011).
Fitur penting dari detonator elektronik
adalah dapat diujicoba di lapangan tanpa disertai dengan ledakan detonator
secara aktual. Proses ujicoba ini memberikan kontribusi berupa berkurangnya misfire yang terjadi dalam aktivitas
peledakan aktual yang dilakukan. Sistem
inisiasi menggunakan detonator elektronik juga mengurangi masalah scatter time, ketidakakuratan sequence shooting, memberikan kontrol
yang lebih baik terhadap getaran tanah, flyrock,
air blast dan fragmentasi peledakan
yang dihasilkan (Konya
et al., 1991).
Detonator elektronik ataupun sistem
inisiasi elektronik merupakan detonator dan sistem inisiasi dengan tingkat
keamanan paling tinggi dibandingkan dengan detonator dan sistem inisiasi
lainnya. Keunggulan detonator dan sistem inisiasi elektronik disbanding
detonator dan sistem inisiasi yang lain, meliputi :
a) Detonator
tidak memiliki energi yang cukup untuk meledak sendiri secara kebetulan jika
terjadi kecelakaan.
b) Microchip
yang terdapat di dalam detonator hanya bisa meledak dengan sinyal tertentu dari
rangkaian peledakan tersebut.
c) Dapat
diujicoba tanpa harus diledakkan secara aktual.
d) Waktu
delay di masing-masing detonator
dapat diatur dengan memanfaatkan pemrograman komputer atau dengan memanfaatkan scanner.
e) Pemilihan
delay yang lebih flexible untuk digunakan pada tie
up peledakan.
f) Memberikan
peningkatan kualitas hasil peledakan meliputi peningkatan keseragaman
fragmentasi batuan hasil peledakan, menurunkan tingkat getaran tanah dan
pengontrolan dinding pada area final wall.
g) Tidak
terpengaruh oleh keberadaan arus liar seperti yang terjadi pada sistem inisiasi
listrik.
h) Mengeliminasi
issue misfire akibat keberadaan gas
metan.