Selasa, 14 Juni 2016

SISTEM INISIASI PELEDAKAN (Blast Initiation System)


Inisiator merupakan suatu istilah yang diguanakan oleh perusahaan (industri) bahan peledakn untuk mendeskripsikan peralatan yang dapat digunakan untuk memulia detonasi bahan peledak (Manzoor, et al,. 2014). Detonator adalah perangkat yang dirancang untuk dapat menginisiasi bahan peledak dengan terkontrol untuk isian bahan peledakn dalam jumlah besar. Secara cara garis besar sistem inisiasi peledakan dibagi menjadi dua bagian utama, yakni Pyrotechnic blasting system dan Digitalized blasting system (Konya, et.al,. 1991). 

Pyrotechnic blasting system adalah sistem inisiasi peledakan yang menggunakan sumber energi berupa panas, tekanan, benturan dan gesekan sebagai sumber energi yang dapat menginisiasi peledakan. Sedangkan Digitalized blasting system merupakan sistem peledakan yang mengguakan signal digital untuk inisiasinya yang hanya dapat dikontrol oleh perlengkapan peledakannya.
Terdapat dua jenis muatan bahan peledak dalam detonator yang masing-masing fungsinya berbeda, yaitu:
1.       Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka (sensitive), fungsinya untuk menerima efek panas dengan sangat cepat dan meledak sehingga menimbulkan gelombang kejut.
2.      Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan peledak kuat dengan VoD tinggi, fungsinya adalah menerima gelombang kejut dan meledak dengan kekuatan besarnya tergantung pada berat isian dasar tersebut.

 Detonator sebagai salah satu bagian dari sistem inisiasi peledakan dapat dibagi menjadi :
a.       Detonator Listrik (Electric Blasting System)
Detonator listrik secara luas digunakan untuk memulai urutan ledakan tapi saat ini telah jarang  digunakan dalam peledakan (ICI 1997). Energi listrik dimasukkan ke dalam detonator dari peledak (baterai, exploder atau dibebankan c apacitor) melalui kawat sirkuit utama (firing line) menuju detonator. Dalam detonator (Gambar 1).
Kandungan isian pada detonator listrik sama dengan pada detonator biasa yang membedakan keduanya adalah sumber energi yang akan menginisiasi detonator tersebut. Detonator listrik dilengkapi dengan dua kawat yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan detonator tersebut. Kawat tersebut lebih dikenal dengan istilah leg wire.  Ujung kedua kawat di dalam detonator listrik dihubungkan dengan kawat halus (bridge wire) yang akan memijar setelah ada hantaran listrik.  

Sumber : Hustrulid, 1999
Gamabr 1.Kontruksi Detonator Listrik


b.      Detonator Nonel ( Non- Electric Blasting System)
Detonator nonel telah dirancang untuk mengatasi kelemahan yang ada pada detonator listrik. Detonator nonel bisa disebut juga sebagai detonator biasa karena lebih cenderung untuk diinisiasi dengan sumbu api dibandingkan dengan listrik (Gokhale, 2009).
Detonator nonel dirancang dengan menggunakan detonator biasa yang dipasang dengan signal tube, safety fuse dan detonating core sebagai penghantar energi untuk meledakkan detonatornya.
1)      Safety Fuse (Sumbu Api)
Sumbu api adalah sumbu yang disambung ke detonator biasa pada peledakan dengan menggunakan detonator biasa. Dapat dikatakan bahwa sumbu api merupakan pasangan detonator biasa, karena detonator biasa tidak dapat digunakan tanpa sumbu. Fungsi sumbu api adalah untuk merambatkan api dengan kecepatan tetap pada detonator biasa.
2)      Detonating Cord (Sumbu Ledak)
Detonating Cord merupakan salah satu komponen yang dapan meneruskan energy yang diguanakan untuk menginisiasi bahan peledak. Dalam peledakan dengan menggunakan detonatng cord tidak lagi menggunakan detonator sebagai pemicu booster yang digunakan, melainkan menggunakan detonating cord itu sendiri.
Peledakan dengan sistem ini umunya tidak memiliki delay antar dimualainya inisiasi dengan detonasinya. Relays digunakan sebagai pengontrol delay antar baris untuk peledakan menggunakan detonating cord ini.
3)      Shock tube
Signal tube tersebut  terbuat dari tabung plastik yang diameter luar 3 mm dan diameter dalamnya 1,5 mm. Tabung plastik signal tube ini berisi bahan peledak kuat  yang komposisinya telah diatur sehingga setiap signal tube yang ada memiliki delay tertentu, ada delay yang cepat dan ada yang relatif lambat. Gelombang kejut (shock wave) yang merambat dalam tabung palstik nonel tersebut dapat mencapai 2000 m/s.  (Bhandari, 1997).
Sumber : Hustrulid, 1991
Gambar 2. Konstruksi Detonator Non-Electrik

c.       Detonator Elektronik (Electronic Blasting System)
Detonator elektronik adalah detonator generasi terbaru yang lebih baik, detonator elekktronik ini memiliki akurasi delay yang tinggi dibandingkan detonator nonel dan detonator listrik. Tingkat keakuratan yang dihasilkan karena detonator jenis ini dilengkapi dengan microelectronic circuits. Detonator elektronik juga menggunakan detonator dan kabel listrik seperti pada detonator listrik (Gambar 3).
Sumber:Hustrulid,1991
Gambar 3. Konstruksi Detonator Elektronik

Keterangan :
1.      Base Caharge
2.      Primary Charge
3.      Fuse Head
4.      Integrated Circuit (Digital Chip)
5.      Capacitor
6.      Safety Circuit
7.      Legwire
8.      Detonator Shell

Perbedaan detonator listrik dan detonator elektronik adalah tingkat keakuratan delay dan sumber inisiasinya. Detonator elektronik ini bekerja atas dasar sinyal digital yang berasal dari permukaan  sedangkan detonator listrik bekerja atas dasar arus listrik (Gokhale, 2011).
Fitur penting dari detonator elektronik adalah dapat diujicoba di lapangan tanpa disertai dengan ledakan detonator secara aktual. Proses ujicoba ini memberikan kontribusi berupa berkurangnya misfire yang terjadi dalam aktivitas peledakan aktual  yang dilakukan. Sistem inisiasi menggunakan detonator elektronik juga mengurangi masalah scatter time, ketidakakuratan sequence shooting, memberikan kontrol yang lebih baik terhadap getaran tanah, flyrock, air blast dan fragmentasi peledakan yang dihasilkan (Konya et al., 1991).
Detonator elektronik ataupun sistem inisiasi elektronik merupakan detonator dan sistem inisiasi dengan tingkat keamanan paling tinggi dibandingkan dengan detonator dan sistem inisiasi lainnya. Keunggulan detonator dan sistem inisiasi elektronik disbanding detonator dan sistem inisiasi yang lain, meliputi :
a)      Detonator tidak memiliki energi yang cukup untuk meledak sendiri secara kebetulan jika terjadi kecelakaan.
b)      Microchip yang terdapat di dalam detonator hanya bisa meledak dengan sinyal tertentu dari rangkaian peledakan tersebut.
c)      Dapat diujicoba tanpa harus diledakkan secara aktual.
d)     Waktu delay di masing-masing detonator dapat diatur dengan memanfaatkan pemrograman komputer atau dengan memanfaatkan scanner.
e)      Pemilihan delay yang lebih flexible untuk digunakan pada tie up peledakan.
f)       Memberikan peningkatan kualitas hasil peledakan meliputi peningkatan keseragaman fragmentasi batuan hasil peledakan, menurunkan tingkat getaran tanah dan pengontrolan dinding pada area final wall.
g)      Tidak terpengaruh oleh keberadaan arus liar seperti yang terjadi pada sistem inisiasi listrik.
h)      Mengeliminasi issue misfire akibat keberadaan gas metan.

SISTEM INISIASI PELEDAKAN (Blast Initiation System)

Inisiator merupakan suatu istilah yang diguanakan oleh perusahaan (industri) bahan peledakn untuk mendeskripsikan peralatan yang dapat dig...