Latar Belakang :
UUD 1945 mengatur bahwa, bumi
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan demikian, bagi
rakyat yang diberikan hak ataupun mendapatkan manfaat dari bumi, air dan
kekayaan yang terkandung didalamnya tersebut tentunya akan mendapatkan keuntungan
dan/ atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik. Oleh karena itu wajar
apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang
diperolehnya kepada negara melalui pajak, dalam hal ini adalah pajak bumi dan
bangunan.
Dasar Hukum :
Dasar hukum pemungutan pajak atas bumi dan bangunan
adalah UU No. 12 tahun 1994 yang merupakan perubahan dari UU No. 12 tahun 1985.
Prinsip Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan :
1. Sistem
perpapajakan yang mudah dan sederhana
2. Memberi
kepastian hukum
3. Adil
4. Menghindari
pajak berganda
Tujuan Pemungutan PBB :
PBB merupakan pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat yang penerimaannya diarahkan kepada kepentingan
masyarakat di daerah yang bersangkutan dengan letak objek pajak tersebut.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan :
Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah Bumi dan Bangunan.
-
Bumi, yaitu
permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, meliputi tanah dan perairan
pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
-
Bangunan, yaitu
konstruksi tekhnik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.
Termasuk
dalam pengertian bangunan adalah :
1. Jalan lingkungan yang terletak
dalam suatu komplek bangunan, seperti hotel, pabrik dan emplasemennya dan
lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
2. Jalan TOL
3. Kolam Renang
4. Pagar Mewah
5. Tempat Olah
Raga
6. Galangan
Kapal, Dermaga
7. Taman Mewah
8. Tempat
Penampungan/Kilang minyak, air dan gas, pipa minyak dan
9. Fasilitas
lain yang memberikan manfaat
Pengecualian Objek PBB :
a. Digunakan semata-mata untuk
melayani kepentingan umum dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
misalnya dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan
nasional
b. Digunakan
untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu
c. Merupakan hutan lindung, hutan
suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh
desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
d. Digunakan
oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas perlakuan timbal balik
Digunakan
oleh Badan atau Perwakilan Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan NILAI
JUAL OBJEK PAJAK (NJOP)
Nilai
Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar
PENENTUAN NJOP BILA TIDAK ADA TRANSAKSI JUAL BELI
Bila tidak ada transaksi jual beli, maka penentuan NJOP dapat dilakukan
dengan cara :
1. Melalui
perbandingan harga dengan objek pajak lain
yang sejenis.
2. Melalui
nilai perolehan baru
Yaitu
dengan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak
tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan
berdasarkan kondisi fisik objek pajak tersebut
3. Melalui
nilai jual pengganti yaitu berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut
NILAI
JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP)
Nilai Jual Objek Pajak tidak kena pajak adalah nilai
objek pajak yang tidak dikenai pajak
Ketentuan Tentang NJOPTKP :
a. Besarnya
NJOPTKP ditetapkan untuk masing-masing kabupaten/kota
b. Bila seorang
wajib pajak memiliki beberapa objek pajak yang berada pada dua tempat terpisah,
maka yang diberikan NJOPTKP hanya salah
satu objek pajak pada satu tempat yang nilainya
paling besar
c. Bagi wajib
pajak yang memiliki nilai jual objek pajak
sama atau lebih kecil dari NJOPTKP maka kepada wajib pajak tersebut tidak
akan dikenai pajak
NILAI JUAL KENA PAJAK (NJKP)/Assessment Value
Nilai Jual Kena Pajak adalah nilai jual yang
dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu
suatu persentase tertentu dari nilai jual
sebenarnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2002,
besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang
terutang ditetapkan untuk :
a. Objek Pajak
Perkebunan sebesar 40% dari Nilai Jual Objek Pajak.
b. Objek Pajak
Kehutanan sebesar 40% dari Nilai Jual Objek Pajak.
c. Objek Pajak
Pertambangan sebesar 40% dari Nilai Jual
Objek Pajak.
d. Objek Pajak
Lainnya :
Sebesar 40%
dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Objek Pajaknya Rp
1.000.000.000,- atau lebih.
Sebesar 20%
dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Objek Pajaknya kurang dari Rp
1.000.000.000,-.
SUBJEK
PAJAK DAN WAJIB PAJAK PBB
Subjek
Pajak PBB adalah ORANG atau BADAN yang secara nyata :
a. Mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
a. Mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
b. Memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak
PBB adalah subjek
pajak yang mempunyai hak atau memperoleh manfaat atas
objek pajak.
Ketentuan Tentang Objek Pajak Yang Belum Jelas Wajib
Pajaknya :
Dalam hal
atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya,Direktur Jenderal
Pajak berwewenang untuk menentukan subjek pajak sebagai wajib pajak.
Contoh
1. Subjek Pajak
bernama A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan milik orang
lain bernama B bukan karena suatu hak berdasarkan UU atau bukan karena
perjanjian, maka dalam hal demikian A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi
dan/atau bangunan tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.
2. Suatu objek
pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang atau badan
yang memanfaatkan atau menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai
wajib pajak.
3. Subjek pajak
dalam waktu yang lama berada diluar wilayah letak objek pajak, sedang untuk
merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan, maka orang
atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai wajib pajak.
Catatan :
1. Bukti
pembayaran/pelunasan PBB bukan merupakan bukti pemilikan hak
2. Penunjukan
sebagai wajib pajak oleh Direktur Jenderal Pajak bukan merupan bukti pemilikan
hak.
3. Orang atau
badan yang diberi kuasa untuk merawat sebuah objek pajak, bila ditunjuk oleh
Dirjen Pajak sebagai wajib pajak atas objek pajak yang berada dalam kuasanya
tersebut, dapat memberi keterangan secara tertulis bahwa dia bukan wajib pajak
dari objek pajak yang dimaksud. Dirjen Pajak harus memberi keputusan dalam
waktu 1 bulan sejak diterimanya keterangan tertulis tersebut. Bila dalam waktu
1 bulan tidak ada keputusan dari Dirjen Pajak maka keterangan yang diajukan
dianggap disetujui.
TAHUN PAJAK, SAAT DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PAJAK
TERUTANG
a. Tahun Pajak
dalam PBB adalah jangka waktu satu tahun takwim (kalender) yang dimulai dari 1
Januari sampai dengan 31 Desember
b. Saat yang
menentukan pajak yang terutang adalah menurut
keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari
Perubahan objek pajak setelah tanggal 1 Januari, baik penambahan ataupun
pengurangan tidak mempengaruhi besarnya pajak yang terutang untuk tahun yang
bersangkutan
c. Tempat pajak
terutang
1.Untuk
Daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
2.Untuk
Kotamadya Batam, di wilayah Propinsi tingkat I Riau
3.Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah
Tingkat II atau Kotamadya Daerah Tingkat II
Contoh
a. Objek pajak
pada tanggal 1 Januari 2002 adalah berupa tanah dan bangunan. Pada tanggal 7
Januari 2002 bangunannya terbakar, maka pajak yang terutang tetap berdasarkan
keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari 2002, yaitu keadaan sebelum bangunan
tersebut terbakar.
b. Objek pajak
pada tanggal 1 januari 2003 adalah berupa sebidang tanah. Pada tanggal 10 April
2003 telah didirikan bangunan. Pajak terutang untuk tahun 2003 tetap dikenakan
berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 2003.
TARIF DAN DASAR PERHITUNGAN PBB
1. Dasar
Pengenaan pajak adalah NJOP
2. Tarif PBB
adalah 0,5%
3. Pajak Bumi
dan Bangunan terutang = tarif PBB
x NJKP
4. NJKP = %NJKP
x NJOP Untuk Perhitungan Pajak
5. NJOP untuk
perhitungan pajak =NJOP - NJOP Tidak Kena Pajak
PERHITUNGAN PBB TERUTANG
NJOP Rp xxxxxxxx
NJOP
Tidak Kena Pajak/NJOPTKP Rp xxxxxxxx -
NJOP
Untuk Perhitungan Pajak = Rp xxxxxxxx
NJKP
=
(% NJKP x NJOP untuk perhitungan pajak) Rp xxxxxxxx
PBB
terutang = 0,5% x NJKP Rp xxxxxxxx
Contoh Soal (diskusikan dan bahas di kelas)
1.
Wajib Pajak CV Andalas mempunyai objek pajak berupa:
a.
Tanah seluas
800 M2 dengan NJOP Rp 335.000 per M2
b. Bangunan (rumah) seluas 400 M2 dengan NJOP Rp 505.000
per M2
c. Taman mewah seluas 200 M2 dengan NJOP Rp 98.000 Per M2
d. Pagar mewah sepanjang 100 M dan tinggi rata-rata 150
cm dengan NJOP Rp 1.200.000 per meter
Persentase nilai
jual kena pajak (assessment value) adalah sebesar 20% dan NJOPTKP ditetapkan Rp 10.000.000. Tentukan besarnya PBB
terutang!
2.
Wajib
Pajak Irfan Ash-Shidiq mempunyai sebidang tanah seluas 50 M2 dengan harga jula
Rp 1.000.000 per M2 dan bangunan seluas Rp 400 M2 dengan harga jual Rp
1.000.000 per M2. NJOPTKP ditetapkan Rp 900.000. Tentukan besarnya PBB
terutang!
3.
Wajib
Pajak Emil mempunyai tanah (bumi) dan bangunan dengan luas dan harga pasar
sebagai berikut:
a.
Tanah
(Bumi) seluas 2.000 M2 dengan harga jual Rp 500.000 per M2 dibeli pada tahun
2004
b.
Bangunan
seluas 400 M2 dengan nilai bangunan Rp 1.100.000 per M2 dan selesai dibangun
akhir 2004
c.
Kolam
renang seluas 200 M2 dengan harga jual Rp 500.000 per M2 dan selesai dibangun pertangahan tahun
2005.
d.
Taman
mewah seluas 100 M2 dengan harga jual Rp 1.500.000 per M2 dan selesai pada bulan Juni 2006
NJOPTKP ditetapkan Rp 12.000.000. Tentukan
besarnya PBB terutang tahun 2006 dan 2007
Pendataan dan
Penerbitan Ketetapan Pajak (SKP) :
Wajib
Pajak PBB harus mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) untuk menentukan
objek pajak PBB. SPOP tersebut harus diisi secara jelas, benar, lengkap, dan
harus ditandatangani. SPOP yang dibuat harus disampaikan dalam jangka waktu 30
hari. Jika tidak disampaikan dalam jangka waktu 30 hari dan sudah diberikan
peringatan secara tertulis, maka kantor pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak.
Surat Ketetepan Pajak (SKP) dapat
juga diterbitkan meskipun SPOP telah disampaikan dalam jangka waktu yang
ditentukan (paling lama 30 hari). Hal ini akan terjadi jika setelah
disampaikannya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) ternyata berdasarkan
hasil pemeriksaan atau data lain yang diperoleh ditemukan bahwa SPOP tidak
benar sehingga PBB terutang juga tidak benar dan atas dasar ini dapat
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). SPPT diterbitkan berdasarkan
informasi/data tentang objek pajak sebagaimana yang terdapat dalam SPOP.
Tata Cara Pembayaran
dan Penagihan PBB Terutang
Dasar
penagihan PBB adalah:
1.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT)
2.
Surat Ketetapan Pajak (SKP), dan
3.
Surat Tagihan Pajak (STP)
Pajak
yang terutang harus dilunasi berdasarkan ketentuan menurut dasar penagihan yang
diterima oleh Wajib Pajak. Jika wajib pajak menerima SPPT, pajak yang terutang
harus dilunasi paling lama 6 bulan sejak diterimanya SPPT tersebut, sementara
jika penagihan dilakukan karena diterbitkannya SKP dan STP, wajib pajak harus
melunasinya dalam jangka waktu paling lama 1 bulan setelah SKP atau STP
tersebut diterima. Pembayaran PBB terutang dapat dilakukan di kantor pos, bank
persepsi dan tempat-tempat lain yang ditunjuk. Menteri keuangan dapat
melimpahkan hak penagihan PBB kepada gubernur dan bupati/walikota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar