Jumat, 14 Desember 2012

Tahapan Pebatan Undang-Undang



Sebelum membahas tentang tahapan pembentukan Peraturan Perundang-undangan  maka kita terlebih dahulu membahas Lembaga yang Berwenang dalam Pembuatan Undang-Undang
Peraturan tentang pembuatan undang-undang di Indonesia termaktub dalam UU No. 12 tahun 2011. Dalam pasal 16 sampai 31 menegaskan bahwa lembaga yang memiliki wewenang atau terlibat dalam pembentukan suatu undang-undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Dalam perencanaan pembentukan suatu undang-undang, baik DPR, Presiden, maupun DPD berhak mengajukan usulan. Dari undan-undang No 12 Tahun 2012 yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, ketiga lembaga tinggi negara tersebut dapat mengajukan rancangan undang-undang dengan mengacu pada asas-asas batang tubuh dan materi perundangan sebagai diatur pada pasal 5 sampai pasal 6 UU No. 12 tahun 2012.
Proses dan Tahap Pembentukan Undang-undang

Proses atau tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan suatu tahapan kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk membentuk undang-undang . Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang  No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dinyatakan bahwa,” Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapandan pengundangan
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan pelaksanaan dari perintah Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” Namun, ruang lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas tidak saja Undang-Undang tetapi mencakup pula Peraturan Perundang-undangan lainnya, selain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

A.      Tahap Perencanaan
Perencanaan adalah proses dimana DPR dan Pemerintah menyusun rencana dan skala prioritas UU yang akan dibuat oleh DPR dalam suatu periode tertentu. Proses ini diwadahi oleh suatu program yang bernama Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Pada tahun 2000, Prolegnas merupakan bagian dari Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang dituangkan dalam bentuk UU, yaitu UU No. 20 Tahun 2000.
Dalam UU Pembentukan perundang-undangan, perencanaan juga diwadahi dalam Prolegnas, hanya saja belum diatur lebih lanjut akan dituangkan dalam bentuk apa dan Tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas selanjutnya diatur dalam Perpres no 61 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional. Sedangkan ketentuan tentang tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres);

B.      Tahap Penyusunan
Penyusunan RUU dilakukan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, disebut sebagai pemrakarsa, yang mengajukan usul penyusunan RUU. Penyusunan RUU dilakukan oleh pemrakarsa berdasarkan Prolegnas. Namun, dalam keadaan tertentu, pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada presiden. Pengajuan permohonan ijin prakarsa ini disertai dengan penjelasan mengenai konsepsi pengaturan UU yang meliputi:
1.      Urgensi dan tujuan penyusunan,
2.      Sasaran yang ingin diwujudkan, (
3.      Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur, dan
4.      Jangkauan serta arah pengaturan.

Sementara itu, Perpres No. 68/2005 menetapkan keadaan tertentu yang memungkinkan pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas yaitu :
1.       menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang;
2.      Meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional;
3.      Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi;
4.      Mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam; atau
5.      Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi DPR dan menteri yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang peraturan perundang-undangan.

Dalam hal RUU yang akan disusun masuk dalam Prolegnas maka penyusunannya tidak memerlukan persetujuan izin prakarsa dari presiden. Pemrakarsa dalam menyusun RUU dapat terlebih dahulu menyusun naskah akademik mengenai materi yang akan diatur. Penyusunan naskah akademik dilakukan oleh pemrakarsa bersama –sama dengan departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
Saat ini departemen yang mempunyai tugas dan tanggung jawab diidang peraturan perundang-undangan adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephukham). Selanjutnya, pelaksanaan penyusunan naskah akademik dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian.

C.      Tahap Pembahasan
Pembahasan RUU terdiri dari dua tingkat pembicaraan, tingkat pertama dalam rapat komisi, rapat Baleg ataupun Pansus. Sedangkan pembahasan tingkat dua dalam rapat paripurna DPR (Setyowati, 2006).
 Pembahasan Tingkat Pertama
Pembahasan tingkat pertama melalui tahap-tahap berikut, yaitu:
1.        Pandangan fraksi-fraksi, atau pandangan fraksi-fraksi dan DPD apabila RUU berkaitan dengan kewenangan DPD. Hal ini bila RUU berasal dari presiden. Sedangkan bila RUU berasal dari DPR, pembicaraan tingkat satu didului dengan pandangan dan pendapat presiden, atau pandangan presiden dan DPD dalam hal RUU berhubungan dengan kewenangan DPD. 
2.       Tanggapan presiden atas pandangan fraksi atau tanggapan pimpinan alat kelengkapan DPR atas pandangan presiden.
3.       Pembahasan RUU oleh DPR dan presiden berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
Dalam pembahasan tingkat pertama dapat juga dilakukan:
1.      Rapat Dengar Pendapat Umum(RDPU).
2.      Mengundang pimpinan lembaga negara atau lembaga lain apabila materi RUU berhubungan dengan lembaga negara lain.
3.       Diadakan rapat intern
Pembahasan Tingkat Dua
Pembahasan tingkat dua melputi tahap-tahap sebagai berikut:
1.      Laporan hasil pembicaraan tingkat I
2.       Pendapat akhir fraksi
3.      Pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya

Setelah pembicaraan dalam tingkat II selesai, RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden akan dikirimkan kepada Presiden untuk dimintakan pengesahan. Sedangkan apabila RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

D.        Tahap Pengesahan
Tahap ini dilakukan setelah rancangan undang-undang telah disepakati dalam rapat pembahasan rancangan undang-undang oleh DPR dan lembaga negara lainnya, termasuk Presiden. RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, diserahkan pada Presiden paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama.
Pengesahan RUU yang telah disetujui bersama dilakukan dengan pembubuhnan tanda tangan Presiden paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama. Setelah Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui besama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, maka UU tersebut diundangkan oleh Menteri yang tugasnya meliputi peraturan perundangan agar ketentuan tersebut dapat berlaku dan mengikat untuk umum.
Dalam hal RUU tersebut tidak ditandatangani Presiden dalam jangka waktu 30 hari, maka RUU tersebut menjadi sah dan wajib diundangkan dengan rumusan kalimat yang berbunyi, “ Undang-undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan pasal 20 ayat (5) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

E.       Tahap Pengundangan
Pengundangan dilakukan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, undang-undang mulai berlaku untuk umum dan memiliki kekuatan mengikat sejak pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang yang bersangkutan. Pengundangan dilakukan dengan memuat undang-undang yang bersangkutan dalam lembaran negara. Dengan demikian, maka setiap orang dianggap telah mengetahui undang-undang tersebut.

F.       Tahap Penyebarluasan
Dalam Pembentukan Perundang Undangan ini juga terdapat tahapan penyebarluasan UU yang telah di undangkan yang mana Penyebarluasan undang-undang yang telah disahkan dan diundangkan dapat disebarluaskan melalui berbagi media, baik media cetak maupun media elektronik. Selain itu, undang-undang yang telah disahkan dapat disebarkan melalui internet, antara lain melalui website resmi DPR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SISTEM INISIASI PELEDAKAN (Blast Initiation System)

Inisiator merupakan suatu istilah yang diguanakan oleh perusahaan (industri) bahan peledakn untuk mendeskripsikan peralatan yang dapat dig...