Sebelum membahas tentang tahapan pembentukan
Peraturan Perundang-undangan maka kita
terlebih dahulu membahas Lembaga yang Berwenang dalam Pembuatan Undang-Undang
Peraturan tentang pembuatan undang-undang di
Indonesia termaktub dalam UU No. 12 tahun 2011. Dalam pasal 16
sampai 31 menegaskan bahwa lembaga yang memiliki wewenang atau terlibat
dalam pembentukan suatu undang-undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden,
dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Dalam perencanaan pembentukan suatu
undang-undang, baik DPR, Presiden, maupun DPD berhak mengajukan usulan. Dari undan-undang
No 12 Tahun 2012 yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya,
ketiga lembaga tinggi negara tersebut dapat mengajukan rancangan undang-undang
dengan mengacu pada asas-asas batang tubuh dan materi perundangan sebagai
diatur pada pasal 5 sampai pasal 6 UU No. 12 tahun 2012.
Proses dan Tahap Pembentukan Undang-undang
Proses atau tata cara
pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan suatu tahapan kegiatan yang
dilaksanakan secara berkesinambungan untuk membentuk undang-undang . Sedangkan
dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dinyatakan bahwa,” Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapandan pengundangan”
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan merupakan pelaksanaan dari perintah Pasal 22A Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut dengan
undang-undang.” Namun, ruang lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas
tidak saja Undang-Undang tetapi mencakup pula Peraturan Perundang-undangan
lainnya, selain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah
negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum
yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum
yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu
dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang
timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
A. Tahap Perencanaan
Perencanaan
adalah proses dimana DPR dan Pemerintah menyusun rencana dan skala prioritas UU
yang akan dibuat oleh DPR dalam suatu periode tertentu. Proses ini diwadahi
oleh suatu program yang bernama Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Pada
tahun 2000, Prolegnas merupakan bagian dari Program Pembangunan Nasional
(Propenas) yang dituangkan dalam bentuk UU, yaitu UU No. 20 Tahun 2000.
Dalam
UU Pembentukan
perundang-undangan, perencanaan juga
diwadahi dalam Prolegnas, hanya saja belum diatur lebih lanjut akan dituangkan
dalam bentuk apa dan Tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas selanjutnya diatur dalam
Perpres no 61 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program
Legislasi Nasional. Sedangkan ketentuan tentang tata
cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas diatur dengan Peraturan Presiden
(Perpres);
B. Tahap Penyusunan
Penyusunan RUU dilakukan oleh menteri atau
pimpinan lembaga pemerintah non departemen, disebut sebagai pemrakarsa, yang
mengajukan usul penyusunan RUU. Penyusunan RUU dilakukan oleh pemrakarsa
berdasarkan Prolegnas. Namun, dalam keadaan tertentu, pemrakarsa dapat menyusun
RUU di luar Prolegnas setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan izin
prakarsa kepada presiden. Pengajuan permohonan ijin prakarsa ini disertai
dengan penjelasan mengenai konsepsi pengaturan UU yang meliputi:
1.
Urgensi dan tujuan penyusunan,
2.
Sasaran yang ingin diwujudkan, (
3.
Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan
diatur, dan
4.
Jangkauan serta arah pengaturan.
Sementara itu, Perpres No. 68/2005 menetapkan
keadaan tertentu yang memungkinkan pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar
Prolegnas yaitu :
1.
menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang menjadi Undang-Undang;
2.
Meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional;
3.
Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi;
4.
Mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik
atau bencana alam; atau
5.
Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya
urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi
DPR dan menteri yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang peraturan
perundang-undangan.
Dalam hal RUU yang akan disusun masuk dalam
Prolegnas maka penyusunannya tidak memerlukan persetujuan izin prakarsa dari
presiden. Pemrakarsa dalam menyusun RUU dapat terlebih dahulu menyusun naskah
akademik mengenai materi yang akan diatur. Penyusunan naskah akademik dilakukan
oleh pemrakarsa bersama –sama dengan departemen yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
Saat ini departemen yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab diidang peraturan perundang-undangan adalah Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia (Dephukham). Selanjutnya, pelaksanaan penyusunan naskah
akademik dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya
yang mempunyai keahlian.
C. Tahap Pembahasan
Pembahasan RUU terdiri dari dua tingkat pembicaraan,
tingkat pertama dalam rapat komisi, rapat Baleg ataupun Pansus. Sedangkan
pembahasan tingkat dua dalam rapat paripurna DPR (Setyowati, 2006).
Pembahasan Tingkat
Pertama
Pembahasan tingkat pertama melalui tahap-tahap
berikut, yaitu:
1.
Pandangan fraksi-fraksi, atau
pandangan fraksi-fraksi dan DPD apabila RUU berkaitan dengan kewenangan DPD.
Hal ini bila RUU berasal dari presiden. Sedangkan bila RUU berasal dari DPR,
pembicaraan tingkat satu didului dengan pandangan dan pendapat presiden, atau
pandangan presiden dan DPD dalam hal RUU berhubungan dengan kewenangan
DPD.
2.
Tanggapan presiden atas pandangan fraksi
atau tanggapan pimpinan alat kelengkapan DPR atas pandangan presiden.
3.
Pembahasan RUU oleh DPR dan presiden
berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
Dalam pembahasan tingkat pertama dapat juga
dilakukan:
1.
Rapat Dengar Pendapat Umum(RDPU).
2.
Mengundang pimpinan lembaga negara atau lembaga
lain apabila materi RUU berhubungan dengan lembaga negara lain.
3.
Diadakan rapat intern
Pembahasan Tingkat Dua
Pembahasan tingkat dua melputi tahap-tahap
sebagai berikut:
1.
Laporan hasil pembicaraan tingkat I
2.
Pendapat akhir fraksi
3.
Pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh
menteri yang mewakilinya
Setelah pembicaraan dalam tingkat II
selesai, RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden akan dikirimkan
kepada Presiden untuk dimintakan pengesahan. Sedangkan apabila RUU tidak
mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan DPR masa itu.
D.
Tahap
Pengesahan
Tahap
ini dilakukan setelah rancangan undang-undang telah disepakati dalam rapat
pembahasan rancangan undang-undang oleh DPR dan lembaga negara lainnya,
termasuk Presiden. RUU yang telah disetujui bersama oleh
DPR dan Presiden, diserahkan pada Presiden paling lambat 7 hari sejak tanggal
persetujuan bersama.
Pengesahan RUU yang
telah disetujui bersama dilakukan dengan pembubuhnan tanda tangan Presiden
paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama. Setelah Presiden
mengesahkan RUU yang telah disetujui besama dengan Dewan Perwakilan Rakyat,
maka UU tersebut diundangkan oleh Menteri yang tugasnya meliputi peraturan
perundangan agar ketentuan tersebut dapat berlaku dan mengikat untuk umum.
Dalam hal RUU
tersebut tidak ditandatangani Presiden dalam jangka waktu 30 hari, maka RUU
tersebut menjadi sah dan wajib diundangkan dengan rumusan kalimat yang
berbunyi, “ Undang-undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan pasal 20
ayat (5) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
E. Tahap Pengundangan
Pengundangan
dilakukan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi peraturan
perundang-undangan. Pada dasarnya, undang-undang mulai berlaku untuk umum dan
memiliki kekuatan mengikat sejak pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan
lain dalam undang-undang yang bersangkutan. Pengundangan dilakukan dengan
memuat undang-undang yang bersangkutan dalam lembaran negara. Dengan demikian,
maka setiap orang dianggap telah mengetahui undang-undang tersebut.
F. Tahap Penyebarluasan
Dalam Pembentukan
Perundang Undangan ini juga terdapat tahapan penyebarluasan UU yang telah di
undangkan yang mana Penyebarluasan
undang-undang yang telah disahkan dan diundangkan dapat disebarluaskan melalui
berbagi media, baik media cetak maupun media elektronik. Selain itu, undang-undang
yang telah disahkan dapat disebarkan melalui internet, antara lain melalui
website resmi DPR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar